Wednesday, March 4, 2009

Kota Tua

Travelling banyak jadi dambaan berjuta umat, begitu juga gw. Cita-citanya sih pengen keliling Indonesia biar merasakan dengan nyata kalau Indonesia itu memang dari sabang sampai merauke dan menikmati dengan syahdu khasanah budaya bangsa. Sehabis itu baru berpikir keliling dunia. Namun, gw masih banyak keterbatasan buat ngelakuin itu semua. Maka dari itu, disusunlah dulu rencana untuk mendatangi daerah-daerah sekitar yang terjangkau tapi punya nilai historis atau patut dikunjungi. Salah satunya kota tua ini, yang sebelumnya juga udah mengunjungi Museum Sri Baduga di Bandung. Bisa dibilang travelling ini kita sebut saja heritage tourism atau cultural heritage tourism, yang artinya mengunjungi hasil peninggalan masa lampau yang menempel pada dinding-dinding bangunan di kota bersejarah. Yah dengan itu, berharap bisa melestarikan heritage/warisan itu sendiri, hoho..

Untuk lebih menikmati perjalanan maka jalan kaki dan berkendaraan umum jadi pilihan. Dari tempat tinggal gw sekarang di daerah jalan raya bekasi jakarta timur, bisa naik angkot ke arah terminal pulogadung, trus dari situ naik busway, turun di dukuh atas, trus naik lagi yg ke arah kota langsung. Nah mari berbagi sedikit tentang kota tua..


Kota Tua Jakarta atau disebut juga Old Batavia merupakan daerah di jakarta yang berluas sekitar 1,3 km persegi (846 hektar, UPT Kota Tua), terletak diantara Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Batas sebelah selatan adalah Gedung Arsip, batas utara kampung Luar Batang, batas timur Kampung Bandan, dan batas barat Jembatan Lima.


Kota tua ini juga pernah dijuluki “Permata Asia” dan “Ratu Timur” oleh para pelaut Eropa. Sedangkan julukan Kota Tua atau Batavia sendiri diprakarsai oleh Belanda dengan pertimbangan sebagai pusat perdagangan untuk seluruh benua sehubungan dengan lokasinya yang strategis dan sumber daya alamnya yang subur.


Sejarah mencatat, pada tahun 1526 Fatahillah yang diutus Sultan Demak menginvasi pelabuhan Sunda Kelapa milik Hindu Pajajaran, lalu mengubah nama pelabuhan menjadi Jayakarta. Namun, pada tahun 1619 VOC menghancurkan Jayakarta dibawah perintah Jan Pieterzoon Coen. Setahun kemudian VOC membangun kota baru bernama Batavia untuk menghargai Batavieren , nenek moyang mereka. Kota ini berpusat di sekitar sisi timur Sungai Ciliwung, di sekitar Gedung Fatahillah kalau sekarang.


Penduduk Batavia disebut “Batavianen”, lalu dikenal sebagai orang Betawi, yang merupakan keturunan dari campuran berbagai etnis yang menduduki Batavia. Tahun 1635 kota meluas ke arah sisi barat Ciliwung, bekas reruntuhan Jayakarta. Kota didesain dalam gaya Belanda dilengkapi dengan benteng, dinding kota, dan kanal. Kota disusun dalam beberapa blok yang dipisahkan kanal. Pembangunan kota Batavia selesai pada tahun 1650 lalu menjadi pusat VOC di Hindia Timur. Kanal dihancurkan sehubungan dengan terjangkitnya penyakit tropis di dalam kota yang disebabkan permasalahan sanitasi dan kesehatan. Kota mulai meluas lebih jauh ke selatan karena wabah pada tahun 1835 dan 1870 mendorong lebih banyak penduduk pindah lebih jauh ke selatan pelabuhan, ke area Weltevreden (sekarang area sekitar Gedung Merdeka). Kota kemudian menjadi pusat administratif kolonial Hindia Timur Belanda. Pada tahun 1942 selama pendudukan Jepang, nama kota berubah menjadi Jakarta, dan sekarang menjadi ibukota Indonesia.


Pada tahun 1972, Gubernur Jakarta Ali Sadikin mengeluarkan keputusan bahwa Jakarta Kota menjadi daerah heritage. Keputusan Gubernur ini penting untuk menjaga sumber arsitektur kota atau setidaknya apa yang masih tertinggal. Namun, meskipun keputusan dibuat, tidak cukup untuk melindungi dan melestarikan warisan dari era Kolonial Belanda. Sekarang, banyak gedung yang kondisinya memburuk, bobrok tidak dipelihara.


Tempat-tempat penting di Kota Tua Jakarta :

  • Mesjid Luar Batang
  • Pelabuhan Sunda Kelapa
  • Pasar Ikan
  • Museum Bahari
  • Menara Syahbandar
  • Kota Intan
  • Kali Besar
  • Museum Wayang (Dahulu Gereja Batavia)
  • Gedung Fatahillah
  • Museum Seni Rupa dan Keramik (Dahulu pengadilan Batavia)
  • Museum Sejarah Jakarta
  • Cafe Batavia
  • Toko Merah
  • Bank Chartered
  • Museum Bank Indonesia
  • Museum Bank Mandiri
  • Stasiun Jakarta Kota
  • Area Glodok dan Pinangsia (Jakarta Chinatown)
  • Petak Sembilan
  • Kuil Jin De Yuan (Vihara Dharma Bhakti)
  • Gedung Chandranaya
  • Gedung arsip

Meskipun banyak site yang disebutkan di atas, tapi hanya beberapa yang sempat dikunjungi, diantaranya Museum Sejarah Jakarta, Museum Seni Rupa dan Keramik, dan Gedung Fatahillah.
Saat berkunjung ke kota tua ini, ada sajian kesenian daerah yang asalnya dari Jawa Timur. Kesenian tersebut semacam drama yang pemerannya menunjukan ketangkasan-ketangkasan diiringi alat musik daerah dan dialog-dialog sosial. Jadi, selain Heritage tourism dapat juga wisata seni geraknya (sangat jauh lebih baik daripada ngamen dangdutan pake kaset yang suaranya melengking kemana-mana, no offense!:D)

Dari perjalanan ini, heritage tourism bukan hanya memuaskan pandangan mata tapi menjadi pelajaran dari masa lampau yang jika itu baik maka dilestarikan, dan jika itu buruk jangan pernah terulang kembali. Belum lagi, jika mau diberdayakan dengan baik, kota tua memiliki nilai ekonomi bagi lingkungan sekitarnya. Kegiatan perekonomian yang bisa dilihat disana, contohnya ngamen seni diatas, sewa ontel, dagangan jajanan khas Jakarta, cafe Batavia, dsb. Jika ditengok dari sejarahnya, potensi kawasan ini luar biasa. Coba bayangkan, jika kawasan ini bisa seperti Gyeongju Historic Area atau Historic Centre di Italia yang masuk World Heritage Unesco, selain bisa menjadi warisan budaya tapi juga menjadi sumber devisa negara. Dengan itu, barangkali bisa lebih meng-encourage kita untuk memelihara, melestarikan, dan mengelola dengan baik. Semoga revitalisasi dengan arahan yang jelas dari pemerintah bisa menjadikan kota tua ini lestari dan bermanfaat.

"Melalui sumber daya alam dan barang-barang yang diproduksi, mereka melakukan interaksi dan adaptasi. Pada waktu itu melalui perniagaan, sehingga dalam perjalanannya kebudayaan tidak mampu tumbuh dalam kesendirian negerinya tetapi lebur bersama kebudayaan yang lain. Itulah ciri menonjol yang bisa kita petik dalam sebuah konsep kebudayaan global pada abad itu. Permasalahan kini adalah maukah kita mengambil kearifan dalam proses interaksi dan adaptasi, yakni keterbukaan, kejujuran serta menyadari bahwa kita ada di sebuah kampung besar keberagaman budaya dalam sebuah planet kesejagadan." -a piece from Kota Tua-