Usut punya usut, yang dikhawatirkan dari makanan instant ini adalah kalorinya yang tinggi, bukan sekedar unsur pengawet ato penyedapnya. Makanan instant sudah melalui proses berulang sehingga kandungan gula sederhana pada makanan instan mudah terserap tubuh. Padahal, ketika mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik tinggi, seperti kebanyakan makanan instan, menyebabkan rasa candu. Rasa ini didapat dari perasaan nikmat akibat gula darah yang lekas naik. Kemudian ada efek craving (perasaan ingin selalu ngemil), begitu gula darah turun cepat.
Selain indeks glikemik yang tinggi, makanan instan yang diolah berulang ini sudah pasti kurang mengandung serat. Padahal, pada kondisi normal, serat amat dibutuhkan untuk menjaga siklus buang air besar (BAB) secara teratur dan mengimbangi intake kalori yang terlalu banyak. Serat ini dibutuhkan untuk mengurangi penyerapan makanan yang diasup jadi kalau kurang serat akibatnya makanan cepat terserap.
Pola makan yang tinggi kalori dan kurang serat terus menerus, dapat menyebabkan kegemukan pada anak-anak. Apalagi makanan dengan indeks glikemik tinggi memicu produksi insulin terus menerus yang memungkinkan risiko diabetes pada anak akan meningkat.
Hehe, semoga ini cuma pola instant karena desakan situasi. Ketika berpuasa lagi, semoga bisa insyaf lagi asupan makanannya. Terkadang makan makanan instant terasa seperti guilty pleasure, jelas-jelas tau kurangnya apa, tapi senang mengonsumsi bukan?hehe...disajikan cepat dan murah meriahnya itu lho menjadi daya pikat. Jangan-jangan menjamurnya berbagai jenis makanan instant dan konsumsinya yang akhirnya juga meningkat, menyebabkan pola pikir yang serba instant juga :D.
Kalau diteliti kemungkinan peningkatan konsumsi makanan instant sebanding dengan peningkatan pendaftar Indonesian Idol atau KDI atau bahkan jalan pintas kaya dengan korupsi. (hehe just joke!)
Happy breakfasting everyone :)
0 komentar:
Post a Comment