Suatu obat memiliki "label" efek samping yang selalu mengiringinya. Efek samping tersebut harus dicantumkan dalam label produk untuk menjadi perhatian pengguna/pasien. Mengenai efek samping terkait obat asma, berita terakhir yang disampaikan koran kompas menyebutkan bahwa perusahaan farmasi yang memproduksi obat asma diminta untuk menambahkan dalam label obatnya efek samping berupa gangguan emosi seperti kecemasan, depresi, dan keinginan bunuh diri. Hal tersebut dihimbau oleh US Food and Drug Administration (FDA) setelah melakukan investigasi selama 15 bulan terhadap obat-obatan asma yang diproduksi oleh farmasi Merck & Co, AstraZeneca, dan Cornerstone Therapeutics. Sebelumnya ditemukan sejumlah kasus pasien yang mengalami gangguan kejiwaan setelah meminum obat asma.
Menurut saya ini penting karena berdasarkan data dunia, dinyatakan bahwa asma sebagai satu dari lima besar penyebab kematian, dengan total penderita sebanyak 300 juta orang. Di Indonesia sekitar 12 juta orang menderita penyakit yang ditandai dengan sesak. Bahkan di Indonesia, termasuk salah satu dari sepuluh penyakit penyebab kematian terbesar. Oleh karena itu, pasien dan dokter harus concern pada kemungkinan gangguan neuropsikiatrik saat mengonsumsi obat-obatan asma.
Pihak FDA mengatakan seluruh obat asma harus menyebutkan efek samping berupa gangguan mental seperti agitasi, agresif, kecemasan, mimpi yang tidak normal, halusinasi, depresi, insomnia, irasional, rasa lelah berlebihan, tindakan dan pikiran untuk bunuh diri, dan tremor.Para produsen meskipun banyak yang sudah mencantumkan efek samping tersebut, tetapi dengan adanya peringatan ini lebih baik mengedepankan bahaya ini dalam label.
Di Indonesia, yang notabenenya memiliki banyak penderita, tentu saja tersedia berbagai golongan obat asma, baik sebagai obat bebas maupun dengan resep dokter, baik diminum, disuntikkan, atau juga disemprot atau hisap (inhalasi). Meski belum ada pernyataan resmi dari Depkes terkait informasi dari FDA ini, sebagai pasien tak ada salahnya kita membekali diri tentang seluk beluk asma dan pengobatannya. Selain itu, bagi pasien asma sebaiknya tidak hanya mengatasi gejala tapi juga melakukan pengontrolan secara cerdas sehingga ketergantungan terhadap obat asma dapat dikurangi. Pengontrolan dimaksudkan sebagai pencegahan agar serangan dapat ditekan bahkan dihilangkan. Sebagai informasi bahwa asma merupakan kondisi kronis dimana penderitanya membutuhkan penanganan jangka panjang dan terapi pengobatan.
Dari pengalaman keluarga, dari konsumsi terus menerus obat-obatan asma menjadi penyebab berkurangnya atau rusaknya fungsi hati (liver). Kemungkinan hati terlalu berat mendetoksifikasi zat kimia secara terus menerus dari penggunaan obat asma. Maka, berkonsultasilah dengan dokter atau bertanya ke apoteker mengenai efek samping dan penatalaksanaan pengobatan asma yang baik, dan tentu saja mencegah lebih baik daripada mengobati.
Menurut saya ini penting karena berdasarkan data dunia, dinyatakan bahwa asma sebagai satu dari lima besar penyebab kematian, dengan total penderita sebanyak 300 juta orang. Di Indonesia sekitar 12 juta orang menderita penyakit yang ditandai dengan sesak. Bahkan di Indonesia, termasuk salah satu dari sepuluh penyakit penyebab kematian terbesar. Oleh karena itu, pasien dan dokter harus concern pada kemungkinan gangguan neuropsikiatrik saat mengonsumsi obat-obatan asma.
Pihak FDA mengatakan seluruh obat asma harus menyebutkan efek samping berupa gangguan mental seperti agitasi, agresif, kecemasan, mimpi yang tidak normal, halusinasi, depresi, insomnia, irasional, rasa lelah berlebihan, tindakan dan pikiran untuk bunuh diri, dan tremor.Para produsen meskipun banyak yang sudah mencantumkan efek samping tersebut, tetapi dengan adanya peringatan ini lebih baik mengedepankan bahaya ini dalam label.
Di Indonesia, yang notabenenya memiliki banyak penderita, tentu saja tersedia berbagai golongan obat asma, baik sebagai obat bebas maupun dengan resep dokter, baik diminum, disuntikkan, atau juga disemprot atau hisap (inhalasi). Meski belum ada pernyataan resmi dari Depkes terkait informasi dari FDA ini, sebagai pasien tak ada salahnya kita membekali diri tentang seluk beluk asma dan pengobatannya. Selain itu, bagi pasien asma sebaiknya tidak hanya mengatasi gejala tapi juga melakukan pengontrolan secara cerdas sehingga ketergantungan terhadap obat asma dapat dikurangi. Pengontrolan dimaksudkan sebagai pencegahan agar serangan dapat ditekan bahkan dihilangkan. Sebagai informasi bahwa asma merupakan kondisi kronis dimana penderitanya membutuhkan penanganan jangka panjang dan terapi pengobatan.
Dari pengalaman keluarga, dari konsumsi terus menerus obat-obatan asma menjadi penyebab berkurangnya atau rusaknya fungsi hati (liver). Kemungkinan hati terlalu berat mendetoksifikasi zat kimia secara terus menerus dari penggunaan obat asma. Maka, berkonsultasilah dengan dokter atau bertanya ke apoteker mengenai efek samping dan penatalaksanaan pengobatan asma yang baik, dan tentu saja mencegah lebih baik daripada mengobati.
0 komentar:
Post a Comment